Parit Malintang, Memperingati Hari Pahlawan, Kabupaten Padang Pariaman mempunyai Aparatur Pemerintah Daerah yang memikirkan Padang Pariaman maju menuju kabupaten Smart City.
Terlihat Wakil Bupati Padang Pariman (Bapak Suharti Bur, SE, MM), Sekretaris Daerah Padang Pariaman (Bapak Jonpriadi, SE, MM ) dan Kepala Dinas Disdukcapil Padang Pariaman (Bapak M. Fadhly, S.AP, MM) diskusi menuju Nagari Go Digital. Dengan keakrapan ini teringat 3 Tokoh Indonesia yaitu Ir. Soekarto, Muhamad Hatta dan Sutan Syahrir, bedanya dengan tokoh Indonesia adalah Wakil Bupati, Sekda dan Kadis Disdukcapil memikirkan kemajuan Padang Pariaman kedepannya sedangkan tokoh Indonesia tiga Sahabat yang bersimpangan jalan.
.jpg?1573393907054)
Bung Karno
Soekarno sebenarnya berjiwa menarik, dalam artian orang yang tidak "tegaan" juga. Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa walaupun dia mempunyai kekuasaan tetapi dia hati-hati menggunakannya. Sebagai bapak bangsa ia harus berdiri di atas semua golongan. Hal itulah antara lain yang menyebabkan beliau dikritik banyak kalangan. Contohnya, dalam kasus G 30/SPKI. Masyarakat maunya PKI dibubarkan. Bung Karno tak mau, kecuali bila dinyatakan bersalah berdasarkan pengadilan yang independen. Agaknya berkecamuk dalam pikirannya manakala dia dihadapkan pada dua pilihan sulit, demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar, atau menyelamatkan hubungan persaudaraan, atau berdasarkan realita yang ada. Di sini tampaknya yang menang rasionalitas beliau.
Demikian juga kiranya sikapnya kepada teman-teman seperjuangannya yang berbeda pemikiran dan pilihan politik dalam mengisi kemerdekaan. Termasuk dengan Bung Hatta dan Bung Syahrir. Perbedaan itu sesungguhnya adalah hal yang biasa. Tetapi kadang-kadang dipanas-panasi pihak ketiga. Ada yang menangguk di air keruh, menggunting dalam lipatan, menarik manfaat dari pecah kongsinya Trio pemimpin tersebut. Sebagaimana manusia biasa kadang-kadang terpancing emosi juga.
Sungguhpun hubungannya pribadinya dengan Hatta dan Syahrir tidak terganggu. Mereka dapat memisahkan olympus188 antara urusan itu dengan urusan politik dan pemerintahan. Keluarga Bung Karno sangat akarb dengan keluarga Bung Hatta. Apalagi Bu Fatmawati sama-sama orang Sumatera. Sedangkan Bung Karno dan Istri Bung Hatta sama-sama dari Pulau Jawa. Pernikahan Bung Hatta dengan Ibu Rachmi juga tak lepas dari peran Bung Karno yang risau melihat temannya itu menjadi "Bujang Lapuk", alias tak menikah juga walau sudah berumur.
Bung Hatta
Bung Hatta juga seorang yang berpikiran kritis dan rasional. Ini pengaruh pendidikan barat (Belanda) yang diterimanya. Selain itu juga pengaruh dari daerah kelahirannya, dimana orang-orang Minangkabau dikenal berpikir kritis walau dalam bentuk ungkapan, pepatah-petitih, pantun, mamang-bidal.
Sebagai seorang intelektual beliau tak segan-segan mengkritik gaya kepemimpinan Soekarno yang dipandangkan sudah ke luar dari jalurnya, sudah mulai otoriter, dengan menerapkan ekonomi terpimpin. Dia juga menyalahkan MPR yang menganggatnya sebagai Presiden seumur hidup. Beliau mengkritik tafsiran orang atas UUD 1945 demi melegalkan pengangkatan Soekarno tersebut. Semua itu beliau tulis dalam sebuah tulisan yang berjudul Demokrasi Kita, yang dimuat di Majalah Pandji Masjarakat, pimpinan Hamka.
Selain itu beliau juga mengkritik pelaksanaan pasal-pasal di UUD 1945 yang terkait dengan ekonomi, karena dilihatnya pasal-pasal tersebut tidak dijalankan sebagaimana yang diharapkan. Alih-alih dilaksanakan, malah semakin jauh panggang dari api.
Akibatnya Soekarno--dan dipanas-panasi pihak ketiga--marah kepada Bung Hatta. Puncaknya Bung Hatta dilarang menulis dan menjadi pembicara di manapun. Berbagai kesulitan dihadapi Bung Hatta akibat sikap kritisnya itu. Tetapi dia tak peduli, menurutnya dia mengkritik sikap penguasa yang dinilainya salah, bukan pribadinya.
Di awal masa kepemimpinan Presiden Soeharto beliau sempat didekati, tetapi itu tak berlangsung lama. Penguasa Orde Baru tak bisa memanfaatkan kebesaran beliau untuk kepentingan rezim yang dijalankan.
Untuk kedua kalinya beliau dikucilkan penguasa. Dan itu berlansung sampai beliau wafat. Selama hayatnya beliau hidup kakek merah slot sangat sederhana, bahkan tidak jarang kesulitan untuk membayar tagihan listrik. Harapannya untuk membantu keuangannya dari honorarium menulis dan menjadi pembicara sudah lama dirampas penguasa Orde Lama dan berlanjut ke Orde Baru.
Bung Syahrir.
Di awal republik mereka adalah semacam Tritunggal: Soekarno sebagai presiden, M Hatta wakil presiden, dan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri.
Karirnya sebagai perdana menteri sebenarnya cukup cemerlang, tetapi harus berakhir ketika persetujuan Linggarjati dalam upaya penyelesaian sengketa dengan Belanda mendapat serangan hebat pihak oposisi.
Selepas lengser dari kekuasaan dia aktif menyampaikan pemikiran, yang kadang-kadang membuat kuping penguasa menjadi merah. Soekarno yang makin mapan di tampuk kekuasaan berang kepadanya. Kesempatan Soekarno untuk mengekang si Bung Kecil ini mendapat momen manakala Sutan Sahrir dikaitkan dengan usaha makar kepada pemerintahan yang sah, dalam sebuah pertemuan di Bali. Dia tangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Setelah keadaannya makin parah, Pemerintahan Soekarno mengizinkannya untuk berobat ke luar negeri, Swiss. Sayang usaha itu tidak berhasil. Beliau meninggal 1966, dalam usia 57 tahun.
Selama hidupnya beliau menikah dua kali: pertama, dengan Maria Duchateau, tetapi sebentar, kedua, dengan Poppy, kakak tertua dari Soedjatmiko (pemikir, intelektual) dan Miriam Boediardjo (ahli politik).
Syahrir dikenal sebagai seorang yang cerdas dan intelektual. Bagi dia titel (gelar) tidak terlalu penting, yang utamanya "isi" seseroang. Karena itu dia merasa tak menyelesaikan sekolah di negeri Belanda, mendapat gelar.